Selasa, 20 Mei 2014

Logika Matematika

Ada sebuah kejadian menggelitik ketika seorang dosen menerangkan tentang pernyataan. “Ingat ini antesedennya dan ini konsekuennya!”. Kemudian salah seorang mahasiswa berbisik pada temannya “anteseden itu P ya?”.
What?? 
P??
Karena kita terbiasa diajarkan dengan P, Q, A, ataupun B, kita terbiasa pula dipaksa menghafal bentuk-bentuk pernyataan biner dengan abjad-abjad abstrak tersebut. Alhasil bukan pemahaman yang diperoleh, tapi hafalan. Kita tidak engeh dengan konjung-konjung, disjung-disjung, anteseden-konsekuen, atau hipotesis-konklusi. Jadinya, perkuliahan membuat mahasiswa pintar menghafal daripada mahasiswa paham.
Tak lain pula dengan tabel kebenaran. Sebuah fakta yang sudah menjadi rahasia umum, di jenjang sekolah menengah maupun perguruan tinggi, kebanyakan masyarakat pendidikan hanya menghafal, bukan memahami. Ingatkah ketika Anda dijejali B B S S, B S B S, hasilnya Bla...Bla...Bla... ??? Ironis memang. Seharusnya mempelajari logika membuat logika kita lebih baik, dan memang tidak harus terlalu pusing dengan logika yang dipelajari karena kita makhluk yang lahir dengan logika. Tetapi kenyataan yang ada adalah logika membuat logika manusi menjadi kaku. Kontradiktif!
Kiranya, strategi pembelajaran kita masih perlu dibenahi. Memang tidak akan pernah ada strategi pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan semua kemampuan mahasiswa. Tetapi setidaknya mereka memiliki pemahaman terhadap apa yang telah dipelajarinya. Bermatematika bukan berarti menciptakan robot hitung cepat ataupun penghafal ulung, justru bermatematika mendorong untuk berpikir logis, kritis, analitis, sintetis. *to be continued...