Rabu, 21 Mei 2014
Selasa, 20 Mei 2014
Logika Matematika
Ada sebuah kejadian menggelitik ketika seorang dosen menerangkan tentang
pernyataan. “Ingat ini antesedennya dan ini konsekuennya!”. Kemudian salah
seorang mahasiswa berbisik pada temannya “anteseden itu P ya?”.
What??
P??
Karena kita terbiasa diajarkan dengan P, Q, A, ataupun B, kita terbiasa
pula dipaksa menghafal bentuk-bentuk pernyataan biner dengan abjad-abjad
abstrak tersebut. Alhasil bukan pemahaman yang diperoleh, tapi hafalan. Kita tidak
engeh dengan konjung-konjung, disjung-disjung, anteseden-konsekuen, atau
hipotesis-konklusi. Jadinya, perkuliahan membuat mahasiswa pintar menghafal
daripada mahasiswa paham.
Tak lain pula dengan tabel kebenaran. Sebuah fakta yang sudah menjadi
rahasia umum, di jenjang sekolah menengah maupun perguruan tinggi, kebanyakan
masyarakat pendidikan hanya menghafal, bukan memahami. Ingatkah ketika Anda
dijejali B B S S, B S B S, hasilnya Bla...Bla...Bla... ??? Ironis memang. Seharusnya
mempelajari logika membuat logika kita lebih baik, dan memang tidak harus
terlalu pusing dengan logika yang dipelajari karena kita makhluk yang lahir dengan logika. Tetapi
kenyataan yang ada adalah logika membuat logika manusi menjadi kaku. Kontradiktif!
Kiranya, strategi pembelajaran kita masih perlu dibenahi. Memang tidak
akan pernah ada strategi pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan semua
kemampuan mahasiswa. Tetapi setidaknya mereka memiliki pemahaman terhadap apa
yang telah dipelajarinya. Bermatematika bukan berarti menciptakan robot hitung
cepat ataupun penghafal ulung, justru bermatematika mendorong untuk berpikir
logis, kritis, analitis, sintetis. *to be continued...
Langganan:
Postingan (Atom)